Kamis, 15 Desember 2011

REBORN THE MOSLEM SCHOLARS TO ANSWER CHALLENGES ON THE CONTEMPORARY WORLD


PENDAHULUAN
Islam yang dibawa diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW mempunyai peran strategis untuk menaburkan rahmat di seluruh alam ini (Q.S. al-Anbiya’/21:107). Peran strategis Islam itu dibarengi dengan titah-Nya kepada kelompok orang beriman untuk menjadi pihak yang memimpin dan memakmurkan dunia (Q.S. al-Baqarah/2:30) sekaligus sebagai umat terbaik (Q.S. Ali Imran/3: 110). Umat terbaik saja tidak cukup untuk membuat Islam berperan sentral dalam kehidupan dunia ini, maka Allah juga memerintahkan kepada umat terbaik itu untuk senantiasa berjuang tiada henti menancapkan pilar-pilar kebenaran Islam yang berlaku universal (Q.S. al-Baqarah/2: 218; Ali Imran/3:142; al-Maidah/5:35; al-Anfal/8: 72; at-Taubah/9: 41, 86; al-Hajj/22: 78).
Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif historis umat Islam, sungguh sangat memprihatinkan. Jumlah pemeluk yang cukup besar, tidak dibarengai dengan peran yang signifikan dalam menentukan arah peradaban dunia. Bandingkan dengan jumlah Yahudi yang konon hanya sekitar 50 juta-an di seluruh muka bumi ini, tetapi kemajuan ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan tidak ada bandingannya dengan negeri Muslim di manapun.
Kemunduran drastis yang telah menimpa kaum Muslimin dewasa ini sebagaimana dikemukakan para cendikiawan Muslim tidak diragukan lagi bersumber dari kegagalan mereka dalam memahami dan menerapkan metode intelektual1 yang dikehendaki Islam
Tulisan ini sekadar sebagai pengantar diskusi tentang “Reborn The Moslem Scholars
To Answer challenges On The Contemporary World




BAB II
PEMBAHASAN
Reborn The Moslem Scholars
To Answer challenges On The Contemporary World

       I.      Tantangan islam pada dunia kontemporer
Sebagai sebuah agama mayoritas penduduk seluruh dunia harusnya islam bisa menjadi sebuah agama yang menjadi garda terdepan sebagai panutan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Namun berbeda dengan kenyataannya islam saat ini hampir seperti yang dikatakan nabi “laksana buih di tepi pantai”. Tentu nya hal tersebut tidak terjadi begitu saja, pastinya ada masalah dan tantangan yang tengah dihadapi islam pada dunia kontemporer saat ini yang menanti para cendikiawan muslim untuk segera menyelesaikannya. Anjar Nugroho, S.Ag., M.S.I menjelaskan bahwa diantara tantangan islam saat ini ialah :
A.    Neo-Imperialisme
Pada era 1950-an, bangsa Muslim di muka bumi telah mengakhiri penjajahan (imperialisme) fisik dari bangsa Barat. Pertanyaan yang diajukan oleh Guru Besar Cairo University, Prof. Hasan Hanafi, dalam kitabnya Muqaddimah fi al-‘Ilmi al-Istighrab, cukup membuat umat Islam terhenyak: “Mengapa gerakan pembebasan tanah air berhasil melepaskan diri dari penjajahan militer tetapi gagal mempertahankan kemerdekaaan ekonomi, politik, kebudayaan dan peradaban?”.
Inilah penjajahan di alam modern yang dialami oleh bangsa Muslim pasca penajahan fisik yang di kenal dengan neo-imperaialisme. Penjajahan model ini jauh lebih dahsyat dampak negatifnya bagi bangsa-bangsa Muslim ketimbang penjajahan pada era kolonialisme fisik abad 18-19 M. Kedaulatan ekonomi dan politik menjadi ketergantungan ekonomi dan politik terhadap Barat yang berbasis pada kapitalisme dan liberalisme. Tidak hanya itu, dampak lebih luas dari neo-imperalisme adalah terkikisnya nilai-nilai luhur kebudayaan lokal, identitas bangsa yang semuanya berbasis ajaran agama. Dengan kata lain, ajaran Islam dalam kehidupan Muslim telah digeser oleh nilai-nilai universal Barat semisal demokrasi, Hak Asasi Manusia, liberalisasi, civil sosiety dan sebagainya.
Neo-Imperialisme mengusung agenda yang sebagian besar umat Islam menerimanya secara wajar, tanpa sedikitpun mencurigai bahwa di dalamnya tersimpan agenda dan ideologi tersembunyi yang akan membunuh ideologi Islam. Agenda noe-imperialisme itu antara lain adalah kapitalisasi, liberalisasi, dan globalisasi
B.     Clash of Civilization (Benturan Peradaban)
Tokoh yang pertama mencetuskan teori clash of civilization adalah Samuel P. Huntington. Dalam tulisan kontroversialnya The Clash of Civilization yang dimuat jurnal Foreign Affair (Summer, 1993), guru besar studi-studi strategis pada Harvard University AS itu memprediksikan makin parahnya ketegangan antara peradaban Barat dan peradaban Islam
Clash of civilization adalah tindak lanjut Perang Salib yang terjadi di abad 11-12 M. Barat (terutama AS) memposisikan Islam sebagai musuh utama yang harus dilumpuhkan dengan berbagai cara. Kepentingan global Barat dalam Clash of civilization sesungguhnya adalah dominasi ekonomi dan politik atas seluruh negara non-Barat. Untuk melancarkan kepentinganya itu, Barat memakai banyak cara, dari yang paling halus sampai yang paling berdarah-darah. Cara halus Barat mengukuhkan hegemoninya diantaranya melalui rezim pengetahuan. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat tidak memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang. Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara berfikir saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.
Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di negara berkembang dengan setia dan tidak sadar menyebarkan dan membela nilai-nilai dan institusi Barat seperti demokrasi, civil society, hak asasi manusia. Semua yang datang dari Barat diterima sebagai nilai-nilai universal yang merupakan produk peradaban terbaik yang harus diikuti.
  1. Isu Terorisme
Aktualiasi paling kontemporer dari clash of civilization adalah isu terorisme yang sedang gencar-gencarnya dipropagandakan Barat untuk menyudutkan dan mendiskreditkan Islam. Dipicu oleh serangan 11 September atas World Trade Cantre (WTC), AS dan sekutunya seakan mempunyai mandat penuh untuk menyerang kelompok-kelompok Islam yang dinilai radikal dengan dalih memberantas terorisme. Agresi AS di Afganistan dan Irak adalah bagian dari perang melawan terorisme yang dilakukan AS dan Barat.
Perang melawan terorisme hanyalah sekadar dalih dari ambisi AS dan Barat untuk menguasai negara-negara Muslim yang selama ini potensial untuk melakukan perlawanan terhadap Barat. Dan yang lebih menyedihkan, agenda perang melawan terorisme itu diterima oleh mayoritas negara-negara Muslim sebagai agenda bersama. Bahkan pemerintah RI langsung meresponnya dengan mengeluarkan UU anti-terorisme yang menimbulkan kontroversi itu serta tidakan-tindakan lain yang menyudutkan umat Islam seperti rencana membuat sidik jari santri dan lain-lain.
Dampak isu terorisme yang dialami oleh umat Islam yang tinggal di Barat sungguh besar. Gerakan mereka selalu dicurigai dan yang lebih menyakitkan adalah stigma sebagai kelompok teroris yang berpengaruh terhadap relasi sosial mereka.
    II.      Solusi Menjawab Tantangan Islam Pada Dunia Kontemporer
Setelah melihat banyaknya masalah dan tantangan islam sekarang ini tentunya islam menunggu pergerakan para cendikiawan muslim untuk menyelesaikan masalah dan tantangan tersebut. Dengan demikian maka saat ini islam memerlukan cendikiawan muslim yang dapat memberikan solusi dan menyelamatkan islam.
Untuk melahirkan cendikiawan muslim yang mampu menjawab tantangan dunia kontemporer tidaklah semuda membalikkan telapak tangan atau hanya tinggal Copy  paste dari cendikiawan muslim masa lalu, tapi perlu proses.secara garis besar proses untuk mewujudkannya ialah melalui proses pendidikan.
penyelenggaran pendidikan Islam sekarang ini mengalami proses dikotomi yaitu menerapkan metode dan muatan pendidikan barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam dengan metode dan muatan Islami yang berasal dari zaman klasik yang belum dimodernisasi secara mendasar. Penyelenggaran pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala warisan yang bersifat klasik.
Ahmad Syafii Maarif (1997:3) menyatakan bahwa salah satu penyebab tersungkurnya dunia Islam adalah karena pendidikan yang diselenggarakan tidak lagi mengacu kepada Al Qur’an dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah dan bergulir.
Untuk itu perlua adanya sistem pendidikan yang baik dan benar yang bisa menghasilkan insan yang berkualitas. Kita banyak melihat perubahan system pendidikan dari masa ke masa
1. Sistem Pendidikan Tradisional
2. Sistem Pendidikan Sekuler
3. Sistem Pendidikan gabungan (Sekuler dan Tradisional)
Untuk mencapai hasil yang maximal ketiga sistem ini masih sangat jauh dari cukup, sehingga diperlukanlah System Pendidikan Islamisasi Pengetahuan.
Sistem ini merupakan Rumusan terkini yang dikemukakan para cendikiawan Muslim dalam pengembangan dan penyempurnaan sistem pendidikan kaum Muslimin adalah apa yang diistilahkan mereka sebagai Islamisasi Pengetahuan (Islamization of Knowledge). Istilah ini muncul dan menjadi populer setelah Ismail R. Faruqi membacakan makalahnya yang terkenal : Islamization of Knowledge : General Principles and Workplan pada seminar internasional Islamisasi pengetahuan yang pertama di Islamabad Pakistan pada tahun 1982 yang dihadiri oleh para cendikiawan Muslim terkemuka dari seluruh dunia. Makalah yang disampaikan Faruqi adalah hasil penelitian bersamanya dengan tokoh-tokoh cendikiawan Muslim seperti AbdulHamid AbuSulayman (tokoh Assocation of Muslim Social Sciencists, AMSS di Amerika). Seminar ini bertujuan mencari rumusan-rumusan baru hubungan Islam dengan pengetahuan modern. Menyempurnakan pembaha-ruan-pembaharuan metode intelektual kaum Muslimin yang telah diserukan terdahulu oleh tokoh-tokoh pelopor pembaharuan seperti Syeikh Muhammad Abduh. Seminar ini berhasil merumuskan kerangka dasar pemikiran sebagai referensi dalam mengislamisasikan pengetahuan modern.
Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf menawarkan tiga rekonstruksi dalam upaya Islamisasi pendidikan. Pertama, rekonstruksi tentang konsep ilmu. Yaitu menawarkan memasukkan ilmu-ilmu naqliyyah, seperti al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Tauhid, dan Metafisika sebagai mata kuliah dasar umum elektif bagi mahasiswa, melandasi disiplin ilmunya masing-masing yang aqliyyah sifatnya. Kedua, rekonstruksi kelembagaan, yaitu : menjadikan lembaga pengembangan studi ilmu-ilmu naqliyyah sebagai bagian dari universitas. Ketiga, rekonstruksi atau lebih tepatnya pengembangkan kepribadian individual, mulai dari dosennya sampai ke alumninya. Menurut Noeng Muhajir, rekonstruksi pertama banyak tergantung kepada pemegang otoritas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan. Rekonstruksi kedua lebih banyak tergantung kepada pemegang otoritas kelembagaan perguruan tinggi yang bersangkutan. Rekonstruksi ketiga memerlukan evolusi panjang bertahun-tahun, yang peningkatan kualitasnya merupakan pangaruh timbal balik dengan keberhasilan rekonstruksi kedua dan pertama
Jadi, pada pokoknya seluruh masalah “modernisasi” pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk produktivitas intelektual Islam yang kreatif dalam semua bidang usaha intelektual bersama-sama dengan keterkaitan yang serius kepada Islam. Modernisasi pendidikan Islam bukan pada perlengkapan dan peralatan-peralatan fisik pengajaran seperti buku-buku, tetapi upaya modernisasi lebih pada membangun intelektualisme Islam. Untuk itu, perumusan pendidikan Islam haruslah didasarkan pada metode penafsiran yang benar terhadap al-Qur’an, karena al-Qur’an harus ditempatkan sebagai titik intelektualisme Islam. Pemahan yang benar dan mendalam terhadap al-Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk dan inspirasi bagi generasi muda Islam. Kemudian kurikulum yang tawarkan adalah kurikulum terbuka bagi kajian-kajian filsafat dan sain-sain sosial. Rahman menekankan peranan filsafat sebagai kegiatan kritis analitis dalam melahirkan gagasan-gagasan yang bebas, kretaif beradasarkan al-Qur’an.

Terakhir setelah membicarakan tentang melahirkan cendikiawan muslim yang mampu menjawab tantangan dunia kontemporer, maka penulis menambahkan Solusi yang harus dilakukan umat muslim agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif.
Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil dilapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), biliqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word.
Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat „invasi nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria.

Billahi fi sabilhaq.
Wassalamu’alaikum.

DAFTAR PUSTAKA

Pustaka online.com, metode dakwah pdf.
Anjar Nugroho, S.Ag., M.S.I, makalah tantangan umat islam kontemporer 2006
Blogger.com, membangun kembali paradigma pendidikan islam.
Semarang, 2006
Al-Qur’an dan Terjemahannya,Lembaga Percetakan Raja Fahd, tt .
Syahrul Efendi D, syahrul.ed@gmail.com
www.scribd.com/.../Pembaharuan-Pendidikan-Islam-Fazlur-Rahman - Tembolok





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Bujang Lapok

Bujang Lapok
Bersama Feri, Ari, Fitrah dan Rudi