Kamis, 08 November 2012

Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif al-Qur'an


PENDAHULUAN 
          Konsep “ilmu”di dunia Islam pada umumnya cendrung dimaknai secara konservatif. Artinya memaknai ilmu sebagai sesuatu yang statis. Islam sebenarnya bukan hanya menganjurkan belajar secara statis, tetapi perlu pengembangan ilmu yang dinamis, progresif dan kritis; dan menghendaki seseorang itu untuk terus menerus melakukan pembelajaran dan riset. Hal ini senada dengan hadits Nabi ;
جحل فقد علم قد اٰنه فإذاظن العلم ماطلب عالما الرجل يزاللا
“seseorang itu dikatakan berilmu jika ia masih dan terus belajar, jika ia menyangka/mengaku telah berilmu, maka sesungguhnya dia itu bodoh”
          Pada dasarnya keberadaan ilmu pengetahuan adalah untuk kepentingan manusia terutama dalam memperbaiki hidupnya dalam rangka meningkatkan serta mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidupnya. Namun dalam usaha untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis, penelitian ilmiah perlu terus  dilakukan oleh para ilmuan dengan tidak meninggalkan moral dan agama yang seharusnya mendasari segala legiatannya. Azas moral yang terkandung dalam kegiatan keilmuan, merupakan sumbangan positif, baik bagi pembentukan karakter perseorangan manusia, maupun pembentukan karakter bangsa.
          Dalam Islam pengembangan ilmu didasarkan pada tujuan hidup manusia yang dipandu Al-Qur’an. karenanya, tujuan hidup manusia untuk meraih ridho Allah menjadi karakter dasar utama tujuan hidup sekaligus menjadi karakter dasar utama pengembangan ilmu.
          Dengan demikian, wilayah penelitian dan pengembangan ilmu haruslah memenuhi kebutuhan dasar dan tujuan hidup manusia yang utamanya adalah mencapai ridho Ilahi. Konsep-konsep tersebut dibingkai dalam satu konsep awal tentang Ilm dalam Al-Qur’an yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam upayanya mencapai tujuan kehidupan.

PEMBAHASAN

I.               Pengertian dan Term Ilm dalam Al-Qur’an
          Pengertian
          Secara etimologis kata ilmu berasal dari bahasa Arab علم yang padanannya dalam bahasa inggris science, dalam bahasa jerman wissenschaft dan dalam bahasa Belanda wetenschap.[1]
          Kata Ilmu merupakan suatu perkataan yang mengandung lebih dari satu arti. Karenanya, dalam penggunaan kata tersebut haruslah ditegaskan dahulu arti mana yang dimaksud. Umumnya ilmu diartikan sebagai pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu, melainkan hanya pengetahuan yang diperoleh berdasarkan cara-cara tertentu berdasarkan kesepakatan para ilmuan.
          Secara terminologis, istilah ilmu atau science ialah pengetahuan sistematis mengenai dunia fisik atau material.[2] Dari segi maknanya, pengertian ilmu sekurang-kurangnya menunjuk pada tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Pengertian tersebut merupakan satu kesatuan logis yang mesti ada. Ilmu harus diusahakan dengan manusia, aktivitas itu harus diusahakan dengan metode tertentu, dan akhirnya metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Selanjutnya, The Liang Gie yang di kutip oleh imam syafi’i mengatakan bahwa ketiga pengertian tersebut saling bertautan logis dan berpangkal pada suatu kenyataan yang sama bahwa hanya terdapat dalam masyarakat manusia.
          Kenapa harus manusia? Sebab hanya manusia yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif, dan mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Dalam pandangan Al-Qur’an, manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya seizin Allah. Ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul dari makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan.
          Pengerian Ilmu dalam Al-Qur’an pada dasarnya dibagi menjadi dua, pertama ilmu yang diperoleh langsung dari Allah tanpa upaya manusia, disebut ilmu Laduni kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, disebut ilmu kasbi.
          Term Ilm dalam Al-Qur’an
          Al-Qur’an merupakan sumber ilmu, karenanya mencari dan memperoleh substansi ilmu muthlak pada Al-Qur’an. Dalam berbagai ayat banyak dikemukan term ilmu. Kata  ilmu  dengan  berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran.[3] Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan.  'Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari  akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata 'alam (bendera), 'a'lam (gunung-gunung), 'alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian, kata  ini berbeda dengan 'arafa (mengetahui)' a'rif (yang mengetahui), dan ma'rifah (pengetahuan).
          Allah Swt tidak dinamakan a'rif' tetapi 'alim, yang berkata kerja ya'lam   (Dia mengetahui), dan biasanya Al-Quran menggunakan  kata  itu  untuk  Allah dalam hal-hal yang diketahuinya, walaupun gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan. Perhatikan objek-objek pengetahuan berikut yang dinisbahkan kepada Allah: ya'lamu ma yusirrun (Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan), ya'lamu ma fi al-arham (Allah mengetahui sesuatu yang berada di dalam rahim), ma tahmil kullu untsa (apa yang dikandung oleh setiap betina/perempuan),  ma fi anfusikum (yang di dalam dirimu), ma fissamawat wa ma fil ardh (yang ada di langit dan di  bumi), khainat al-'ayun wa ma tukhfiy ash-shudur (kedipan mata dan yang disembunyikan dalam dada). Demikian juga 'ilm yang disandarkan kepada  manusia, semuanya mengandung makna kejelasan.[4]
          Dalam penelitian Abdurrahman Shahih Abdullah, kata ‘alim dalam bentuk mufrad terulang sebanyak 13 kali dalam al-Qur’an yang kesemua ayatnya berhubungan dengan alam ghaib yang hanya Allah sendiri yang mengetahui. Selanjutnya, kata ‘alim dalam al-Qur’an terdapat 163 penggulangan dengan berbagai perubahan bentuk. Model ini menggambarkan kekuasaan Allah yang disebutkan sebanyak 155 kali, dan menjelaskan tentang tabi’at manusia yag disebutkan delapan kali.
          Dengan penjelasan diatas, maka cukup relevanlah jika dikatakan bahwa ilmu merupakan kata yang komprehensif dan cukup dapat untuk digunakan dalam menerangkan pengetahuan Allah. Selanjutnya, akan di tuliskan beberapa ayat yang dimaksudkan oleh Abdurrahman Shahih Abdullah dalam menggambarkan pemahaman ini. Seperti QS al-Mujadalah ayat 11 tentang penghargaan tinggi kepada orang yang berilmu
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû Ä§Î=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×ŽÎ7yz ÇÊÊÈ  
             Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[5]
          Dalam QS al-Baqarah ayat 31-32, yang menjelaskan bahwa ilmu menjadi keunggulan manusia atas malaikat.
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ   (#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ  
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana"[6]
Kemudian dalam QS Thoha ayat 114
@è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ  
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."[7]
QS az-Zumar ayat 9 yang menjelaskan perbendaan orang yang berilmu dan yang tidak berilmu
ô3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ã©.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ  
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.[8]
          Dalam QS al-Ankabut ayat 43 yang menjelaskan bahwa kata ‘Alim dan ‘Ulama hanya diperuntukkan bagi manusia
šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎŽôØnS Ä¨$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷ètƒ žwÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ  
dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.[9]
Dan QS Al-Fathir ayat 28
šÆÏBur Ä¨$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r& šÏ9ºxx. 3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# îƒÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ  
dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.[10]
Serta banyak lagi ayat lainnya yang membicarakan tentang ilmu seperti al-Kahfi ; 65, al-Haqqoh 38-39, an-Nahl ; 8, an-Isra’ ;85, ayat ini menjelaskan tentang objek ilmu dan proses pencapaiannya.
          Deskripsi diatas paling tidak menunjukkan bahwa ilmu merupakan proses dan objek. Sebagai proses paling tidak dijelaskan pada QS 2; 31, bahwa Allah mengajarkan Adam nama-nama benda. Dan sebagai objek pada ayat 32 surat yang sama yang menggambarkan bahwa hal yang diketahui, atas proses yang telah disampaikan Tuhan.  Disamping itu, ilmu juga dapat dipahami sebagai kapasitas, artinya kemampuan subjek terhadap objek. Dalam artian lain, ilmu juga dapat dipahami sebagai “bukti”. Hal ini dapat dilihat pada QS Luqman ayat 20 yag didalam ayat tersebut ilmu yang dimaksud adalah bukti-bukti yang telah diperoleh dan dirasakan sebelumnya.
          Selanjutnya, ilmu dapat pula diartikan sebagai pengetahuan yag sistematis. Hal ini didasarkan pada QS al-Hijr ayat 21, 38 dan 42. Dari ayat itu dipahami bahwa yang dikatakan ma’lum ialah sesuatu yang telah direncanakan secara akurat, sistemnya telah di atur atas perhitungan-perhitungan yang valid. Model ini merupakan upaya memprediksi masa depan dengan merekayasa kehidupan kearah yang lebih baik.
  II.          Klasifikasi Ilmu
          Dari beberapa ayat tentang ilmu dalam al-Qur’an, terlihat bahwa adanya terma yang menunjuk kepada beberapa sumber ilmu dan maknanya. Hal ini memberikan pemahaman akan perlunya klasifikasi ilmu.
          Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Allah merupakan sumber ilmu, dengan demikian ayat-ayat (tanda-tanda) Allah bisa dikaji pada kalam Tuhan yang berbentuk teks maupun non teks. Kalam yang berbentuk teks adalah al-Qur’an dan non teks adalah alam semesta termasuk manusia. Dari pernyataan ini, Fazlur rahman mengklasifikasikan ilmu kepada beberapa kategori yakni; pertama, pengetahuan tentang alam, kedua pengetahuan tentang sejarah (sosial), dan ketiga pengetahuan tentang dirinya sendiri (psikhologi).[11]
          Pengetahuan tentang alam dimaksudkan agar apa yang telah diperuntukkan Allah dimuka bumi ini bagi kesejateraan manusia, dapat dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga pada gilirannya dapat memperkuat nilai spiritual. Dalam al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat yang menunjuk kepada fenomena alam, dan hampir kesemua dari ayat tersebut memerintahkan manusia untuk mempeajari hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan alam dan merenungkannya.[12] Selanjutnya, pengetahuan sejarah atau sosial menunjukkan pentingnya sunnah-sunnah Allah pada umat manusia dan struktur masyarakat.
          Sedangan dalam pemahaman al-Farabi, selain klasifikasi di atas beliau menambahkan bahasa sebagai bahgian dari klasifikasi ilmu. Sebab al-Qur’an sebagai kalamullah yang telah disepakati sebagai sumber ilmu harus bisa benar-benar dipahami, dan untuk itu maka peran bahasa dalam membatu pemahamannya amatlah penting.
          Dengan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan seperti yang juga dinyatakan Abdurrahman Shaleh Abdullah dan Fazlur Rahman bahwa sejarah, psikhologi dan ilmu alam merupakan identitas penting dalam ilmu pengetahuan dan merupakan satu kesatuan, yang berarti menolak dikotomi ilmu antara agama dan sekuler. Sebab dikotomi tersebut akan memperkeruh suasana pengembangan ilmu serta menimbulkan kerancuan dalam dunia ilmu pengetahuan muslim. Dikotomi tersebut juga dapat memecah kepribadian pelajar dan menyeretnya kepada pemikiran sekuler seolah-oleh ilmu itu ada yang memuat nilai agama dan ada yang bebas nilai. Karenanya menurut Abdurrahman, pengklasifikasian ilmu seperti dituliskan di atas menjadi sangat penting. karena dengan begitu dapat diketahui bahwa kesemuanya berasal dari pengembangan klasifikasi yang ada dan bersumber dari al-Qur’an yang merupakan kalamullah.
III.          Metode Ilmu dalam al-Qur’an
          Kendati dalam al-Qur’an tidak dijelaskan secara sistematik tentang metode ilmu pengetahuan, namun dapat dijumpai di berbagai ayat dalam al-Qur’an, setidaknya ada beberapa metode yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan beberapa cabang ilmu pengetahuan. Beberapa metode yang dimaksud adalah:

1.      Observasi (Pengamatan)[13]
       Dalam berbagai ayatnya, al-Qur’an senantiasa mendesak manusia untuk mengadakan observasi terhadap ciptaan-Nya yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Untuk menjelaskan hal ini dapat dicontohkan dari dua ayat berikut : QS. Al-A’raf ayat 185
óOs9urr& (#rãÝàZtƒ Îû ÏNqä3n=tB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $tBur t,n=y{ ª!$# `ÏB &äóÓx« ÷br&ur #Ó|¤tã br& tbqä3tƒ Ïs% z>uŽtIø%$# öNßgè=y_r& ( Ädr'Î7sù ¤]ƒÏtn ¼çny÷èt/ tbqãZÏB÷sムÇÊÑÎÈ  
“dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?”
          Dalam ayat tersebut al-Qur’an mengemukakan tema ayat yang bersifat sinkronisp, artinya berupa pandangan tentang eksistensi langit, bumi, manusia, dan sebagainya. Selanjutnya dalam QS. Ali Imran ayat 191
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
          Tema kedua ayat diatas bersifat diakronis, artinya berupa pandangan tentag proses penciptaan dan peristiwa-peristiwa pada masa lalu maupun yang akan datang. Setiap ciptaan Allah pastilah memiliki maksud dan tujuan. Namun untuk mengungkap hal tesebut, diperlukan pemikiran yang mendalam dan hanya orang beriman sajalah yang dapat memetik hikmah dibalik penciptaan-Nya.

2.      Eksplorasi (Pemaparan)[14]
       Pada bagian ini, ilmu falak atau yang sering disebut sebagai ilmu perbintangan atau astronomi menempati posisi penting. gerakan, penyebaran dan sifat-sifat benda samawi adalah hal-hal yang berkaitan dengan ilmu astronomi, namun semua kejadian alam yang beraneka ragam dan mengagumkan itu bukan semata untuk pelajaran ilmu falak/astronomi semata, namun lebih menekankan sebagai manifestasi serta refleksi tentang keagungan, kebenaran dan Maha Kuasa Penciptanya. Sebagai contoh dapat kita lihat pada QS. Yunus ayat 6
¨bÎ) Îû É#»n=ÏG÷z$# È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur $tBur t,n=yz ª!$# Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqà)­Gtƒ ÇÏÈ  
“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa”
       Ayat tersebut memaparkan fenomena alam sesuai dengan hukum alam (sunnatullah) yang berlaku atau masih dalam tahap pemahaman (description). Bila fenomena pergantian siang dan malam akan diangkat sebagai suatu metode ilmu pengetahuan, maka seseorang harus menempuh prosedur sebagaimana prosedur dalam ilmu pengetahuan seperti analisis, deskripsi, penggolongan dan pemikiran. Dengan demikian, pemaparan merupakan salah satu lagkah dalam metode penelitian ilmiah.

3.      Eksperimen (Percobaan).
       Metode ini merupakan kelajutan dari metode sebelumnya (observasi dan eksplorasi). Dari rahim metode ini telah lahir berbagai cabang ilmu seperti Geologi. Ilmu ini (Geologi) mempelajari gerak bumi, lapisannya, serta hubungan dan perubahannya. Dalam hal ini, al-Qur’an membrikan dorongan kuat untuk melakuakn penelitian tentang adanya kebenaran dibalik fenomena fisik dari alam semesta. Dalam kaitan ini setidaknya ayat berikut (QS. An-Naba’ ; 6-7) dapat dijadikan isyarat untuk menggali dan mengembangkan ilmu
óOs9r& È@yèøgwU uÚöF{$# #Y»ygÏB ÇÏÈ   tA$t7Ågø:$#ur #YŠ$s?÷rr& ÇÐÈ  
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?”
       Dalam memahami ayat tersebut tentuya tidak cukup hanya dengan pemahaman melalui bahasa saja, melainkan memerlukan pengamatan secara cermat dan bila perlu eksperimen.

4.      Penalaran dan Intuisi.[15]
       Penalaran terhadap proses kejadian manusia telah melahirkan ilmu kedokteran dan dengan intuisi manusia telah melahirkan ilmu jiwa. Manusia merupakan objek sekaligus sebjek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik manusia dipelajari melalui ilmu kedokteran. seperti bagaimana ia mengisyaratkan untuk mempelajari manusia dari proses kejadiannya, yang tertuang pada QS. Al-Alaq ayat 1-3
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ  
“bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,”
       Disamping unsur jasmani tersebut, unsur jiwa juga tak luput dari perhatian al-Qur’an, seperti tertuang pada QS. Asy-Syams ayat 7-10.
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ   $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ   ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ   ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ  
“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”

KESIMPULAN
          Dalam Al-Qur’an pengertian ilmu pada dasarnya dibagi menjadi dua, pertama ilmu yang diperoleh langsung dari Allah tanpa upaya manusia, disebut ilmu Laduni. kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, disebut ilmu kasbi.
          Kata  ilmu  dengan  berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan.
          Dari beberapa ayat tentang ilmu dalam al-Qur’an, terlihat bahwa adanya terma yang menunjuk kepada beberapa sumber ilmu dan maknanya. Hal ini memberikan pemahaman akan perlunya klasifikasi ilmu.  Dan selanjutnya Fazlur rahman mengklasifikasikan ilmu kepada beberapa kategori yakni; pertama, pengetahuan tentang alam, kedua pengetahuan tentang sejarah (sosial), dan ketiga pengetahuan tentang dirinya sendiri (psikhologi)
          Kendati tidak dijelaskan secara sistematik tentang metode ilmu pengetahuan di dalam al-Qur’an, namun dari berbagai ayat dalam al-Qur’an, setidaknya ada beberapa metode yang dapat dikemukakan seperti Observasi (Pengamatan), Eksplorasi (Pemaparan), Eksperimen (Percobaan), dan Penalaran dan Intuisi.

DAFTAR PUSTAKA

          Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Cahaya Qur’an-2006).
Imam Syaf’I, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur;an”, (Yogyakarta; UII Press-2000), hlm. 26.
M. Darwan Rahardjo, Ilmu, Ensiklopedi Al-Qur’an.” Ulumul Qur’an, No. 4 Vol. 1, Jakarta, 1990, hal. 56.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung : Mizan-1996), hlm. 426.



[1] M. Darwan Rahardjo, Ilmu, Ensiklopedi Al-Qur’an.” Ulumul Qur’an, No. 4 Vol. 1, Jakarta, 1990, hal. 56.
[2] Imam Syaf’I, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur;an”, (Yogyakarta; UII Press-2000), hlm. 26.
[3] Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung : Mizan-1996), hlm. 426.
[4] Ibid, hlm. 428.
[5] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Cahaya Qur’an-2006).
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Fazlur Rahman, Major Themes of The Qur’an, (Chicago ; Biblitoheca Islamica, 1980). Hlm, 34.
[12] Syafii, Konsep, hlm. 85
[13] Ibid, hlm. 68
[14] Ibid, hlm. 69
[15] Ibid. hlm, 71

Entri Populer

Bujang Lapok

Bujang Lapok
Bersama Feri, Ari, Fitrah dan Rudi