Kecamatan Lambu adalah kecamatan
pemekaran dari Kecamatan Sape yang kini menjadi salah satu dari delapan belas
kecamatan yang ada di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Kecamatan yang
memiliki dua belas desa dan terletak di ujung timur Kabupaten Bima, tiba-tiba
dihebohkan dengan masuknya perusahaan tambang emas yang dipusatkan di Desa Sumi
Dusun Baku Kecamatan lambu. Setelah ditelusuri lebih lanjut bahwa aktivitas
eksplorasi tambang di Desa Sumi yang dioperasikan oleh PT. Sumber Mineral
Nusantara telah berjalan sejak tahun 2010. Aktivitas itu pun menjadi bahan
perhatian dan pembicaraan warga se-kecamatan Lambu dan dari fenomena eksplorasi
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut ternyata mengundang tanya bagi
masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
PT.
Sumber Mineral Nusantara (SMN) ternyata telah mengantongi Izin Usaha
Penambangan (IUP) sejak tahun 2008 silam yang kemudian diperbaharui dan
dilakukan penyesuaian IUP tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bima Tahun 2010
mengingat tahun 2009 sedang di laksanakan Pemilihan Umum Kepala Daera
(Pemilukada) yang kemungkinan akan dipolitisasi oleh berbagai elemen
kepentingan guna menuju kursi kekuasaan di Kabupaten Bima. Dengan telah
dikantonginya IUP bernomor 188/45/357/004/2010, PT SMN mulailah melakukan
pengoperasian di lokasi seluas 24. 980 Ha.
Aktivitas
PT. SMN kehadirannya ternyata tidak diketahui lebih awal oleh sebagian besar
masyarakat kecamatan Lambu. Eksistensi mereka mulai dipertanyakan apalagi di
dusun Baku Desa Sumi sudah dilakukan penggalian oleh PT tersebut. Persepsi
masyarakat yang menduga adanya konspirasi antara Pemerintah dengan pihak
perusahaan begitu kuat, karena yang dilakukan pensosialisasian atas keberadaan
PT SMN hanya pada kalangan aparat desa dan aparat kecamatan tanpa melibatkan
masyarakat pada umumnya.
Melihat
keadaan tanah kelahirannya yang sedang ’dijarah’ tanpa sepengetahuan masyarakat
yang ada di kecamatan Lambu, hal ini kemudian mendorong masyarakat untuk
mempertanyakan kepada aparat terkait tentang keberadaan dan aktivitas
eksplorasi yang dilakukan PT. SMN di Desa Sumi.
Aksi warga pertama kali dilakukan pada oktober 2010 dan
terjadi bentrok berdarah yang menyebabkan jatuhnya 35 orang korban luka berat
dan ringan (amputasi, gegar otak dll) dr warga. Warga menolak kehadiran
industri tambang oleh PT Sumber Mineral Nusantara yang mendapat izin usaha
tambang seluas seluas 24.980 Ha, dimana dari areal tersebut merupakan ruang
hidup warga.
Selanjutnya, Sekitar bulan Desember tahun 2010,
sekelompok masyarakat mempertanyakan kehadiran PT. SMN kepada camat setempat.
Alhasil, Pertemuan yang digelar di ruangan aula kantor kecamatan lambu antara
kelompok masyarakat dan Camat beserta aparaturnya tersebut menghasilkan bahwa
PT. SMN memang telah memiliki IUP bernomor 188/45/357/004/2010 dengan luas
24.980 Ha (SK Bpati Bima) yang beroperasi di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu
dan seluas 14.318 Ha untuk PT. Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di
kecamatan Parado Izin Presiden yang tentunya dari Rekomendasi Kepala Daerah
Pemerintah Kabupaten Bima. Mendengar hal tersebut, kelompok masyarakat langsung
meminta kepada Camat untuk menolak kehadiran PT. SMN dengan segenap
aktivitasnya, mengingat luas lokasi yang begitu besar dan ancaman bahaya
lingkungan yang tidak sebanding dengan jaminan kesejahteraan atas proses
penambangan yang akan terjadi di Kecamatan lambu. ”Harapan masyarakat yang
ingin menjaga tanah kelahiran dan generasi rakyat Lambu itu pun akan
disampaikan ke Bupati Bima,” demikian janji Muhaimin, S.Sos, Camat setempat.
Hari demi hari terlewati, menanti bukanlah sebuah
solusi. Tepat pada hari sabtu tanggal delapan januari tahun dua ribu sebelas
(8-01-2011), masyarakat mulai mempertanyakan kembali dengan menggelar aksi
demonstarasi di depan kantor camat Lambu. Ratusan demonstran yang menamainya
Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) akhirnya harus kembali dengan rasa kecewa dan
belum mendapatkan jawaban atas penolakan kehadiran PT. SMN di kecamatan Lambu.
Sepuluh hari telah berlalu, Bupati pun tak kunjung
tiba. Camat sepertinya tidak menindaklanjuti aspirasi rakyat Lambu ke Bupati,
atau memang Bupati Bima yang dipilih oleh 60% masyarakat Kabupaten itu sudah
tidak ingin mendengarkan aspirasi masyarakat lagi. Tiba-tiba, Pemerintah
Kabupaten Bima lewat Sekretaris Camat, Abdurrahman tepatnya hari rabu malam
tanggal 9-02-2011 melakukan pengumuman lewat mesjid agung kecamatan Lambu, agar
masyarakat tidak melakukan unjuk rasa penolakan tambang. Kelakuan Sekretaris
Camat ini pun, hampir saja memicu konflik. Karena, mendengar pengumuman
Sekretaris Camat, ratusan masyarakat mendatangi mesjid dan hampir saja
menganiaya Sekretaris Camat tersebut jika tidak diamankan oleh aparat polisi
setempat Keheranan atas kepemimpinan Bupati dalam hal menyerap aspirasi rakyat
kembali dipertanyakan masyarakat Lambu.
Akhirnya, Selasa 20 Desember 2011. Ada kegiatan unjuk rasa massa yang menamakan
diri Kelompok Front Reformasi Anti Tambang berupa menduduki dan melarang
aktivitas jembatan penyeberangan Ferry Sape. Massa menuntut agar SK Bupati Bima
nomor 188 tahun 2010 yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral
Nusantara dicabut.
Kedua, massa menuntut agar tersangka
atas nama AS yang sudah diserahkan ke jaksa penuntut umum supaya dilepaskan
(terkait provokator pembakaran kantor Camat Lumbu pada 10 Maret 2011).
Perempuan dan anak-anak dijadikan tameng oleh massa di penyeberangan ferry.
Bupati dan kapolda sudah melaksanakan
negosiasi secara berulang-ulang. Tetapi massa tidak bergeming sepanjang kedua
tuntutannya tidak terpenuhi. Dalam rangka pelaksanaan operasi lilin 2011 dan
juga terganggunya aktivitas masyarakat sebagai akibat dari jembatan
penyeberangan tidak bisa digunakan sehingga terjadi keresahan masyarakat,
kemudian dilakukan tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan
penyeberangan ferry dari pendudukan massa.
Pukul 06.00 WITA, Polisi meminta massa
membubarkan diri. Tapi peringatan itu tidak di indahkan massa. Dua jam
berselang salah seorang aparat polisi mencoba memprovokasi dengan merampas
senjata yang dibawa oleh massa, tapi sekali lagi masa tetap tenang dan tidak
menghiraukannya. Barulah 30 menit kemudian Polisi secara membabi buta menembaki
kerumunan massa yang bertahan dipelabuhan tersebut, dan setelah berjatuhan
korban, polisi kemudian mengarahkan senjatanya keatas. Berdasarkan keterangan
beberapa saksi personil gabungan polisi berjumlah hampir 1000 orang dengan
senjata lengkap. akibat penembakan tersebut, sedikitnya 2 orang dinyatakan tewas, dan puluhan lainnya terluka berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar