Perputaran
waktu dengan segala kondisi zaman yang dilaluinya telah menghantarkan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berada pada Usia ke-48 ( 14 Maret 1964 – 14 Maret
2012 ). Usia yang cukup matang bagi sebuah organisasi besar dengan tujuan besar
dalam mengimplementasikan tujuannya tersebut. Pengalaman yang dilalui dan
didapat harusnya bisa dijadikan ibrah / pelajaran dalam menentukan langkah hari
ini dan menggagas langkah kedepan guna menciptakan akademisi yang berakhlak
mulia dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya.
IMM
hari ini memang sudah cukup besar secara kuantitas, siapapun yang mengaku
aktivis tetunya tahu dan kenal IMM, jika tidak pastilah ke-aktivisannya
diragukan. Namun, bagaimana jika ditanya tentang kualitasnya, apakah jumlah
kader yang sudah lebih dari cukup tersebut sepadan dan sebanding dengan
kualitas yang seharusnya. Sebab, kuantitas yang tuna kualitas justru akan
menjadi bomerang bagi simerah ini.
Rentang
panjang perjalanan IMM selama 48 tahun ini yang tak bisa lepas dari dinamika
kehidupan bangsa dengan segala kekacauannya, telah menyeret IMM ketepi jurang
yang curam. Usia matang (48 Tahun) beserta segala pengalamannya ternyata belum
cukup berarti dalam menapaki jalannya hari ini serta mempersiapkan langkah
kedepan. IMM ditengah kegalauan bangsa hari ini persis seperti layangan putus
yang tak tahu sedang dimana dan kemana angin akan membawanya. Memang masih ada
beberapa kader yang masih berpikir untuk terus berbuat baik dan memberikan yang
terbaik bagi ikatan ini, tapi jumlahnya tidak sepadan dan justru tenggelam oleh
mereka yang kontras dengannya.
IMM
yang seharusnya bisa membantu bangsa ini bangkit dari kegalauannya justru tidak
bisa menyelamatkan diri sendiri dan ikut terseret arus dan efek globalisasi
yang telah banyak merubah bangsa, baik perubahan fisik maupun psikhologis. Kenapa
ini bisa terjadi?. There is something
wrong…..
Apakah
ikatan ini sudah tidak lagi memiliki pijakan yang kuat dalam melangkah, atau
justru kader-kadernya lah yang tidak mampu melangkah ? ini perlu kita bicarakan
jika Ikatan ini ingin diselamatkan, karena jika tidak, IMM akan terombang ambing
dihempas ombak globalisasi dan secepat mungkin akan tersimpan di laci sejarah
dalam memori kolektif para kadernya maupun aktivis muda secara keseluruhan. Ini
ironis, Dan pastinya kita tidak ingin jika hal ini terjadi.
Dalam
kaitan ini sebagai bahagaian dari keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
saya masih yakin jika ikatan ini masih memiliki pijakan yang jelas, hanya saja
kita masih saja terbelenggu dengan berbagai macam alasan sehingga menyulitkan
kita dalam melangkah dan mengimplementasikan pijakan tersebut. Oleh karena itu yang perlu di
kerjakan oleh ikatan tercantumkan dalam bidang atau garapan ikatan yang
tertuang dalam trilogi IMM kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Ini tidak
mudah, tetapi jika berhasil dikerjakan dengan baik dan benar sesuai dengan
kebutuhannya maka IMM akan mudah dalam mengayuh langkah.
Sifat dari trilogi tersebut
merupakan kesatuan yang intergral dimana satu-sama lain tidak dapat dipisahkan
tetapi dapat dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan cerminan
dari realitas pada diri ikatan, meliputi asaz, latar belakang, basic kader ikatan, basic keagamaan
dan lahan garap untuk melakukan transformasi sosial baik dalam wilayah
kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Trilogi yang berada dalam diri
ikatan merupakan sarana ataupun tempat dalam melakukan transformasi sosial yang
dilakukan oleh IMM (Abdul Halim Sani ; penulis buku Gerakan Intlektual
Profetik).
Ketiganya harus bisa dipahami dan
dimengerti dengan benar oleh siapapun yang mengaku kader IMM, sebelum ia
bergerak dalam melakukan transformasi sosial. Interpretasi dari ketiganya
merupakan kompetensi yag memang harus dituntut bagi kader-kader IMM. Interpretasi
dimaksud keagamaan menjadi Religiusitas,
Kemahasiswaan menjadi Intelektualitas dan kemasyarakatan menjadi
Humanitas/Liberatif.
Lebih luas dapat dijelaskan
penafsiran dari ketiganya, Pertama : Keagamaan menjadi Religiusitas. Untuk ini maka sebagai kader
ikatan selain merupakan bahagian dari umat islam maka kita dituntut dan
dituntun untuk bisa memahami islam secara benar dan cerdas. Memahami islam
secara cerdas menurut buya Ma’arif (Ahmad Syafii Ma’arif) ialah dengan sikap
yang jujur, toleran, lapang dada dan lepas dari kepentingan dan subjektivisme. Dengan
beragama secara cerdas ini maka seorang kader tidak akan sulit dalam
menjelajahi kehidupan social, karena ia siap berbaur dengan segala macam
golongan demi kebaikan diberbagai hal dan demi kepentingan bangsa ditengah
kemajemukan.
Selanjutnya, dalam memperkaya
khazanah keagamaan guna memudahkan langkah dalam upaya membumika islam diera
global ini, Hasan Hanafi sebagaimana dikutip oleh Mas sani dalam bukunya GIP,
menyarankan agar seorang kader bisa menguasai tiga tradisi dalam pengembangan
keagamaan. Ketiga tradisi tersebut adalah tradisi klasik yang digunakan agama
sebagai semangat pembebasan dan praksis sosial. kedua adalah tradisi sekarang
yang dikenal dengan Oksidentalism. Tradisi sekarang ini menjadikan umat Islam
melihat peradaban barat yang sudah sangat maju dan kita belajar pada mereka dan
melengkapinya dan memiliki kedudukan yang sama antara barat dengan Islam
sama-sama mengkaji pengetahuaan. Mengutip bahasanya Hasan Hanafi kesejajaran
ego barat dengan Islam. Tradisi yang ketiga tradisi masa depan tradisi masa
depan ini menjadikan Islam bersentuhan dengan tradisi sekarang dan meramalkan
ataupun mimpi yang dibawa oleh Islam untuk merekontruksi peradaban. Menurut
Hasan Hanafi dalam mencapai tradisi kedepan tersebut penggalian atau pemaknaan
ajaran agama bercorak liberatif, emansipatoris, berpihak dan tidak bebas nilai.
Dengan pemahaman agama yang
demikian, maka islam sebagai rahmat bagi alam akan segera terwujud, karena
memang kehadiran islam sebagai rahmatan lil‘alamin ini tidak boleh terlupakan
sekejap pun dalam memori kolektif umat islam, demikian ungkapan buya Ma’arif. Dengan
pemahaman agama ini juga, maka kader ikatan akan terlihat memiliki cirri khas
dalam memandang agama, yang tentunya masih berada dalam garis da koridor islam
yang benar.
Kedua : Kemahasiswaan Menjadi
Intelektualitas. Mahasiswa yang merupakan Agen
of Change harus benar benar bisa dan siap dalam melahirkan sebuah
perubahan, tentunya perubahan kearah yang positif. Sebab bagaimanapun bangsa
ini kedepannya semua tergatung kepada generasi muda hari ini “syubbanul yaum, rijalu al ghada”. Oleh karenanya
kader ikatan yang tumbuh dan berkembang dalam habitat mahasiswa harus bisa
menggiring dunia ini (dunia Mahasiswa) kearah yang positif sebagi cerminan dari
persiapan bangsa mendatatang.
Gerakan yang dilakukan oleh kader ikatan
harus bisa menjadi contoh dan teladan bagi mahasiswa lainnya. Karenanya semboyan
beramal ilmiah dan berilmu amaliah menjadi
sesuatu yang sangat penting dalam hal ini. Dengan menggiring mahasiwa kearah
positif, maka sama dengan menyiapkan generasi muda yang berkualitas dan siap
bertanggung jawab atas kemajuan bangsa dimasa mendatang. Sekalipun ini tidak
mudah, namun harus tetap diusahakan dan terus dicari strategi dan metode
efektifnya tanpa putus asa, karena memang dalam islam tidak ada tempat bagi
sikap putus asa.
Mas Piet H Khaidir dalam bukunya
mengatakan bahwa generasi muda hari ini bergerak dalam sudut ambiguitas, kerena
pergerakannya hanya bertujuan untuk menciptakan sejarah agar ia dikenang
dibelakang hari, tanpa mementingkan membangun peradaban yang cerah untuk masa
depan (bangsa). Karenanya, kader ikatan dalam hal ini harus bisa berorientasi
kepada hal itu (membangun peradaban cerah dimasa depan).
Ketiga : Kemasyarakatan menjadi Humanitas
dan Liberatif. Humanisasi merupakan terjemahan yang kreatif dari amal
ma’ruf yang memiliki makna asal menganjurkan atau menegakkan kebaikan.
Amar ma’ruf meliki tujuan untuk meningkatkan dimensi dan potensi positif
manusia, yang membawa kembali pada petunjuk ilahi untuk mencapai keadaan fitrah.
Liberasi merupakan terjemahan dari nahi munkar yang memiliki arti melarang atau
mencegah segala tindakan kejahatan yang merusak. Liberasi memilki arti
pembebasan terhadap yang termarjinalkan. (Abdul Halim Sani GIP)
Ditengah kegalauan bangsa yang kian
hari semakin menggalaukan, maka kader ikatan harus bisa tampil memberi arti
ditengah masyarakat luas. Kader ikatan dengan ke-religiusan dan ke-intelektualannya
harus bisa memformulasikan sebuah formula guna membebaskan masyarakat dari system
yang selama ini banyak merugikan dan menindas masyarakat. Namun pembebasan yang
dilakukan juga harus di ikuti dengan memberikan arah bari yang lebih baik.
Dengan uraian dari interpretasi trilogy
ikatan diatas, semoga kita kader ikatan bisa lebih cerah dalam memandang serta
menyiapkan langkah untuk hari ini dan masa mendatang. Jika memang Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah yang sama-sama kita banggakan ini benar berazaskan
Islam, maka kita juga harus siap dan bersedia untuk menjadikan kehadiran Ikatan
sebagai rahmat bagi alam khususnya Indonesia, sama seperti azasnya.
Akhirnya saya ucapkan selamat atas
hari lahir Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ke-48. Semoga berkah rahmat Ilahi
melimpahi perjuangan Kita. JAYALAH IMM JAYA. ABADI PERJUNGAN KITA.
Billahi fii sabililhaq, fastabiqul khairot.
Wassalamua’alaikum.
Ditulis
di : Medan, 14 Maret 2012
Pukul : 15.45
MUKHRIZAL ARIF S.PdI