Rabu, 14 Maret 2012

48 TAHUN IMM ; DIMANA, HENDAK KEMANA ?

Perputaran waktu dengan segala kondisi zaman yang dilaluinya telah menghantarkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berada pada Usia ke-48 ( 14 Maret 1964 – 14 Maret 2012 ). Usia yang cukup matang bagi sebuah organisasi besar dengan tujuan besar dalam mengimplementasikan tujuannya tersebut. Pengalaman yang dilalui dan didapat harusnya bisa dijadikan ibrah / pelajaran dalam menentukan langkah hari ini dan menggagas langkah kedepan guna menciptakan akademisi yang berakhlak mulia dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya.
IMM hari ini memang sudah cukup besar secara kuantitas, siapapun yang mengaku aktivis tetunya tahu dan kenal IMM, jika tidak pastilah ke-aktivisannya diragukan. Namun, bagaimana jika ditanya tentang kualitasnya, apakah jumlah kader yang sudah lebih dari cukup tersebut sepadan dan sebanding dengan kualitas yang seharusnya. Sebab, kuantitas yang tuna kualitas justru akan menjadi bomerang bagi simerah ini.
Rentang panjang perjalanan IMM selama 48 tahun ini yang tak bisa lepas dari dinamika kehidupan bangsa dengan segala kekacauannya, telah menyeret IMM ketepi jurang yang curam. Usia matang (48 Tahun) beserta segala pengalamannya ternyata belum cukup berarti dalam menapaki jalannya hari ini serta mempersiapkan langkah kedepan. IMM ditengah kegalauan bangsa hari ini persis seperti layangan putus yang tak tahu sedang dimana dan kemana angin akan membawanya. Memang masih ada beberapa kader yang masih berpikir untuk terus berbuat baik dan memberikan yang terbaik bagi ikatan ini, tapi jumlahnya tidak sepadan dan justru tenggelam oleh mereka yang kontras dengannya.
IMM yang seharusnya bisa membantu bangsa ini bangkit dari kegalauannya justru tidak bisa menyelamatkan diri sendiri dan ikut terseret arus dan efek globalisasi yang telah banyak merubah bangsa, baik perubahan fisik maupun psikhologis. Kenapa ini bisa terjadi?. There is something wrong…..
Apakah ikatan ini sudah tidak lagi memiliki pijakan yang kuat dalam melangkah, atau justru kader-kadernya lah yang tidak mampu melangkah ? ini perlu kita bicarakan jika Ikatan ini ingin diselamatkan, karena jika tidak, IMM akan terombang ambing dihempas ombak globalisasi dan secepat mungkin akan tersimpan di laci sejarah dalam memori kolektif para kadernya maupun aktivis muda secara keseluruhan. Ini ironis, Dan pastinya kita tidak ingin jika hal ini terjadi.
Dalam kaitan ini sebagai bahagaian dari keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, saya masih yakin jika ikatan ini masih memiliki pijakan yang jelas, hanya saja kita masih saja terbelenggu dengan berbagai macam alasan sehingga menyulitkan kita dalam melangkah dan mengimplementasikan pijakan tersebut. Oleh karena itu yang perlu di kerjakan oleh ikatan tercantumkan dalam bidang atau garapan ikatan yang tertuang dalam trilogi IMM kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Ini tidak mudah, tetapi jika berhasil dikerjakan dengan baik dan benar sesuai dengan kebutuhannya maka IMM akan mudah dalam mengayuh langkah.
Sifat dari trilogi tersebut merupakan kesatuan yang intergral dimana satu-sama lain tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan cerminan dari realitas pada diri ikatan, meliputi asaz, latar belakang, basic kader ikatan, basic keagamaan dan lahan garap untuk melakukan transformasi sosial baik dalam wilayah kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Trilogi yang berada dalam diri ikatan merupakan sarana ataupun tempat dalam melakukan transformasi sosial yang dilakukan oleh IMM (Abdul Halim Sani ; penulis buku Gerakan Intlektual Profetik).
Ketiganya harus bisa dipahami dan dimengerti dengan benar oleh siapapun yang mengaku kader IMM, sebelum ia bergerak dalam melakukan transformasi sosial. Interpretasi dari ketiganya merupakan kompetensi yag memang harus dituntut bagi kader-kader IMM. Interpretasi dimaksud keagamaan menjadi Religiusitas, Kemahasiswaan menjadi Intelektualitas dan kemasyarakatan menjadi Humanitas/Liberatif.
Lebih luas dapat dijelaskan penafsiran dari ketiganya, Pertama : Keagamaan menjadi Religiusitas. Untuk ini maka sebagai kader ikatan selain merupakan bahagian dari umat islam maka kita dituntut dan dituntun untuk bisa memahami islam secara benar dan cerdas. Memahami islam secara cerdas menurut buya Ma’arif (Ahmad Syafii Ma’arif) ialah dengan sikap yang jujur, toleran, lapang dada dan lepas dari kepentingan dan subjektivisme. Dengan beragama secara cerdas ini maka seorang kader tidak akan sulit dalam menjelajahi kehidupan social, karena ia siap berbaur dengan segala macam golongan demi kebaikan diberbagai hal dan demi kepentingan bangsa ditengah kemajemukan.
Selanjutnya, dalam memperkaya khazanah keagamaan guna memudahkan langkah dalam upaya membumika islam diera global ini, Hasan Hanafi sebagaimana dikutip oleh Mas sani dalam bukunya GIP, menyarankan agar seorang kader bisa menguasai tiga tradisi dalam pengembangan keagamaan. Ketiga tradisi tersebut adalah tradisi klasik yang digunakan agama sebagai semangat pembebasan dan praksis sosial. kedua adalah tradisi sekarang yang dikenal dengan Oksidentalism. Tradisi sekarang ini menjadikan umat Islam melihat peradaban barat yang sudah sangat maju dan kita belajar pada mereka dan melengkapinya dan memiliki kedudukan yang sama antara barat dengan Islam sama-sama mengkaji pengetahuaan. Mengutip bahasanya Hasan Hanafi kesejajaran ego barat dengan Islam. Tradisi yang ketiga tradisi masa depan tradisi masa depan ini menjadikan Islam bersentuhan dengan tradisi sekarang dan meramalkan ataupun mimpi yang dibawa oleh Islam untuk merekontruksi peradaban. Menurut Hasan Hanafi dalam mencapai tradisi kedepan tersebut penggalian atau pemaknaan ajaran agama bercorak liberatif, emansipatoris, berpihak dan tidak bebas nilai.
Dengan pemahaman agama yang demikian, maka islam sebagai rahmat bagi alam akan segera terwujud, karena memang kehadiran islam sebagai rahmatan lil‘alamin ini tidak boleh terlupakan sekejap pun dalam memori kolektif umat islam, demikian ungkapan buya Ma’arif. Dengan pemahaman agama ini juga, maka kader ikatan akan terlihat memiliki cirri khas dalam memandang agama, yang tentunya masih berada dalam garis da koridor islam yang benar.
Kedua : Kemahasiswaan Menjadi Intelektualitas. Mahasiswa yang merupakan Agen of Change harus benar benar bisa dan siap dalam melahirkan sebuah perubahan, tentunya perubahan kearah yang positif. Sebab bagaimanapun bangsa ini kedepannya semua tergatung kepada generasi muda hari ini “syubbanul yaum, rijalu al ghada”. Oleh karenanya kader ikatan yang tumbuh dan berkembang dalam habitat mahasiswa harus bisa menggiring dunia ini (dunia Mahasiswa) kearah yang positif sebagi cerminan dari persiapan bangsa mendatatang.
Gerakan yang dilakukan oleh kader ikatan harus bisa menjadi contoh dan teladan bagi mahasiswa lainnya. Karenanya semboyan  beramal ilmiah dan berilmu amaliah menjadi sesuatu yang sangat penting dalam hal ini. Dengan menggiring mahasiwa kearah positif, maka sama dengan menyiapkan generasi muda yang berkualitas dan siap bertanggung jawab atas kemajuan bangsa dimasa mendatang. Sekalipun ini tidak mudah, namun harus tetap diusahakan dan terus dicari strategi dan metode efektifnya tanpa putus asa, karena memang dalam islam tidak ada tempat bagi sikap putus asa.
Mas Piet H Khaidir dalam bukunya mengatakan bahwa generasi muda hari ini bergerak dalam sudut ambiguitas, kerena pergerakannya hanya bertujuan untuk menciptakan sejarah agar ia dikenang dibelakang hari, tanpa mementingkan membangun peradaban yang cerah untuk masa depan (bangsa). Karenanya, kader ikatan dalam hal ini harus bisa berorientasi kepada hal itu (membangun peradaban cerah dimasa depan).
Ketiga : Kemasyarakatan menjadi Humanitas dan Liberatif. Humanisasi merupakan terjemahan yang kreatif dari amal ma’ruf  yang memiliki makna asal menganjurkan atau menegakkan kebaikan. Amar ma’ruf meliki tujuan untuk meningkatkan dimensi dan potensi positif manusia, yang membawa kembali pada petunjuk ilahi untuk mencapai keadaan fitrah. Liberasi merupakan terjemahan dari nahi munkar yang memiliki arti melarang atau mencegah segala tindakan kejahatan yang merusak. Liberasi memilki arti pembebasan terhadap yang termarjinalkan. (Abdul Halim Sani GIP)
Ditengah kegalauan bangsa yang kian hari semakin menggalaukan, maka kader ikatan harus bisa tampil memberi arti ditengah masyarakat luas. Kader ikatan dengan ke-religiusan dan ke-intelektualannya harus bisa memformulasikan sebuah formula guna membebaskan masyarakat dari system yang selama ini banyak merugikan dan menindas masyarakat. Namun pembebasan yang dilakukan juga harus di ikuti dengan memberikan arah bari yang lebih baik.
Dengan uraian dari interpretasi trilogy ikatan diatas, semoga kita kader ikatan bisa lebih cerah dalam memandang serta menyiapkan langkah untuk hari ini dan masa mendatang. Jika memang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang sama-sama kita banggakan ini benar berazaskan Islam, maka kita juga harus siap dan bersedia untuk menjadikan kehadiran Ikatan sebagai rahmat bagi alam khususnya Indonesia, sama seperti azasnya.
Akhirnya saya ucapkan selamat atas hari lahir Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ke-48. Semoga berkah rahmat Ilahi melimpahi perjuangan Kita. JAYALAH IMM JAYA. ABADI PERJUNGAN KITA.
Billahi fii sabililhaq, fastabiqul khairot.
Wassalamua’alaikum.
Ditulis di : Medan, 14 Maret 2012
Pukul : 15.45
MUKHRIZAL ARIF S.PdI

Entri Populer

Bujang Lapok

Bujang Lapok
Bersama Feri, Ari, Fitrah dan Rudi